Suatu kali sebuah jaringan televisi mengangkat laporan tentang pelintas batas gelap Meksiko-Amerika Serikat. Betapa para imigran gelap diancam bukan saja oleh polisi AS, melainkan juga oleh makhluk ”mitos” chupacabra.
Mereka yang diturunkan di Gurun Sonora, di perbatasan Meksiko-Amerika Serikat—yang luasnya sekitar 300.000 kilometer persegi serta dikenal tandus dan sangat panas itu—akhirnya meninggal dengan dua lubang di leher mereka. Sang anak tetap hidup karena bersembunyi di sebuah lubang pohon.
Korban diduga dibunuh hewan chupacabra. Hewan itu telah melegenda di sejumlah negara. Dari Puerto Riko di Amerika Selatan hingga Texas, dan Amerika Serikat. Sejumlah pemberitaan menyebut, chupacabra juga ada di Filipina.
Sosok chupacabra identik dengan kasus-kasus kematian ternak atau imigran gelap, dengan luka gigitan pada leher; darah korban habis diisap.
Istilah ”chupacabra” berasal dari bahasa Spanyol, ”chupar” berarti mengisap dan ”cabra” berarti kambing, karena sebagian besar ternak korban adalah kambing. Dalam bahasa inggris, artinya goat sucker.
Pertama kali istilah chupacabra atau El Chupacabra (bahasa Spanyol) dipakai pada dua harian di Puerto Riko, tahun 1992. Keduanya melaporkan kasus kematian massal ternak, mulai dari burung, kuda, dan yang terbanyak: kambing.
Setelah itu kasus sejenis banyak dilaporkan terjadi di Republik Dominika, Argentina, Bolivia, Cile, Kolombia, Peru, Brasil, dan AS. Sejak itu chupacabra tetap misterius: dibicarakan banyak komunitas, tetapi tak ada satu kesimpulan pun.
Bukan menjadi jelas, sosok misterius itu justru menjadi sasaran mode kalangan urban. Kaus dan topi bisbol bergambar rekaan chupacabra laris manis di kalangan komunitas hispanik dan Amerika.
Sosoknya disebut mirip coyote, rubah berambut lebat, tetapi ada juga yang menyebutnya seperti kanguru karena, katanya, bisa melompat tinggi.
Sejumlah seniman menggambarkan sosok chupacabra mirip gargoyle, makhluk bersayap dengan wajah menyeringai dengan gigi tajam siap menerkam.
Faktanya, setidaknya ada tiga ”sosok” gambaran chupacabra. Pertama dan yang umum: sosoknya berkulit keras hijau keabu-abuan dengan kaki belakang lebih panjang dari sepasang kaki depan. Bertaring besar dengan moncong seperti anjing. Bisa berdiri dan melompat seperti kanguru dan berbau belerang. Yang kedua, mirip dengan gambaran pertama, tetapi rambut kepalanya sedikit. Ketiga, sosoknya bak anjing liar, kepala sedikit berambut, soal rambut, tanpa gigi taring besar atau cakar.
Perjumpaan di Texas
Pada September 2009 CNN menurunkan laporan temuan bangkai binatang menyerupai coyote, milik seorang pemilik sekolah pembuat binatang awetan Blanco, di Texas. Si pemilik yang bernama Jerry Ayer mengaku mendapat hewan seberat 60 kilogram itu dari bekas muridnya, Lynn Butler. Hewan itu mati setelah memakan racun tikus di gudang.
Hewan itu bermoncong seperti anjing, berkulit keras tanpa bulu dengan kurap parah pada tubuhnya. Menurut Lynn, seperti dikutip Telegraph.co.uk, sejumlah ahli yang meneliti menduga itu adalah chupacabra.
Telepon Jerry terus berbunyi menanyakan hewan itu. Sebagian besar menduga itu chupacabra. ”Saya tidak tahu apa ini... saya tak tahu kalau saya punya binatang aneh,” kata Jerry yang kewalahan dengan berbagai permintaan wawancara.
Segera saja media lokal, nasional, bahkan internasional, mengutip apa yang ia sebut sebagai ”coyote cacat genetik” itu. Jerry sendiri tidak percaya akan adanya chupacabra.
Universitas Texas A&M telah mengambil contoh jaringan dari tubuh hewan itu untuk mengidentifikasi. Begitu pula sejumlah universitas lain.
Sebelumnya, CNN menayangkan video berdurasi 1 menit 36 detik yang direkam dari perangkat video mobil Deputi Sherif Dewitt County, Texas, yang dikemudikan Brandon Riedel, 8 Agustus 2008.
Pada rekaman itu tampak sosok menyerupai anjing berwarna hitam, bermoncong, dengan kuping berdiri, lari di jalanan berkerikil. Dua kaki belakangnya sedikit lebih panjang dari sepasang kaki depan.
Sejumlah pihak menduga binatang itu sama spesiesnya dengan coyote—termasuk atasan Brandon, Sherif Jode Zavesky.
Perjumpaan itu bukanlah yang pertama di Cureo, Texas. Pada tahun 2007 seorang pengusaha peternakan menemukan hewan mati yang ia duga chupacabra. Hasil tes DNA-nya menunjukkan, DNA-nya mirip coyote, tetapi tidak identik.
Pekerjaan rumah
Di tengah keyakinan keberadaan chupacabra, banyak yang menganggapnya sebagai mitos. Chupacabra disejajarkan dengan legenda manusia tinggi besar Yeti, ”Big Foot”, atau Nessie—monster Danau Loch Ness, Skotlandia.
Sejumlah kesaksian perjumpaan langsung atau rekaman video dinilai belum cukup. Nada minor menyebut chupacabra khayalan atau imajinasi, atau bentuk dari ”histeria massa”.
Seorang ahli patologi di Universitas UNAN, Leon, di Nikaragua menyimpulkan, hewan itu hanya seekor anjing dengan wujud ”tak biasa”. Penampilannya mencolok dengan morfologi (bentuk) amat berbeda dengan keturunan anjing liar biasa. Disebutkan, chupacabra memiliki karakteristik yang amat aneh.
Sebagian laporan mengklaim bahwa mata merah chupacabra mampu menghipnotis dan melumpuhkan korbannya—binatang yang menjadi mangsanya tersihir—sehingga diam saja ketika diisap darahnya. Agak berbeda dengan para pemangsa lainnya, chupacabra mengisap habis darah korbannya atau organ dalam mereka.
Di kalangan penduduk asli hutan hujan tropis Amerika Selatan berkembang kisah mistis ”manusia nyamuk”. ”Manusia nyamuk” ini mengisap darah hewan-hewan dengan hidung panjangnya.
Sejumlah orang yakin, chupacabra sebenarnya sama dengan ”manusia nyamuk”. Yang pasti, chupacabra masih menjadi ”pekerjaan rumah” bagi para ilmuwan.
kompas.com